Indonesia: people, a variety of food, a beautiful cities, arts & cultures, seas, lands, islands and many more hidden places which can take our breath away. This blog consist of photos, articles, films that I've collected from many sources in the internet. Enjoy it and do come to my country to see with your own eyes, and experience how our diversity flowing in a harmony.

Monday, March 19, 2012

Ubud



Ubud, a town in central Bali, is far removed from the drunken bikini scene in Kuta, and is regarded as the cultural centre of Bali. It is famous as an arts and crafts hub, and much of the town and nearby villages seems to consist of artists' workshops and galleries. There are some remarkable architectural and other sights to be found, and a general feeling of well being to be enjoyed, all thanks to the spirit, surroundings, and climate of the place. 


Understand


While Ubud seems to outsiders like one small town, it is in fact fourteen villages, each run by its own banjar (village committee). Ubud has grown rapidly, and some central parts are creaking under the strain of coping with the number of visitors. That said, most development is sympathetic to the zeitgeist, if not designed specifically in the local style. Growth continues apace, but there are still terraced rice fields along the rivers, and away from the town centre, regular, quiet village life carries on relatively undisturbed. 


History


In many ways, the history of the Ubud area (not so much the modern day town) is the very history of Bali itself.

Ubud has a known history back to the eighth century, when the Javanese Buddhist priest Rsi Marhandya came to Bali from Java, and meditated at the confluence of the two Wos rivers at Campuan, just west of the modern day town centre. A shrine was established and later expanded by Nirartha, the Javanese priest who is regarded as the founder of Bali's religious practices and rituals as we know them today. At this time the area was a centre of natural medicine and healing, and that is how the name Ubud originated: Ubad is ancient Balinese for medicine.

Further temples and monasteries were established over the next 400 hundred years or so. The temple complex at Gunung Kawi, and the cave temples at Goa Gajah (just east and northeast of Ubud), are architectural remains from this period. Many of the dances, drama and rituals still practised in Ubud today, originated at this time. King Airlangga ruled all of Java and Bali in this era, and his seat of government was located in what is now the village of Batuan, just southeast of Ubud.
The Javanese Majapahit kingdom conquered Bali in 1343, and the key final victory was against the Pejeng Dynasty centred at Bedulu, just to the east of Ubud. A great flowering of Balinese culture followed, and the ancestry of Ubud's current day aristocratic families can be traced back to this period. In the sixteenth Century, there was a total transplantation of the Majapahit Kingdom to Bali as the Islamisation of Java forced them eastwards. Power flip-flopped between various dynasties and feudal lords, but the Ubud area remained a very important cog in the various regencies which ruled the island.

In 1900, Ubud became a Dutch protectorate at its own request, and the colonialists interfered little, allowing the traditional arts and culture of the area to remain relatively unchanged. The modern era of Ubud perhaps began in the 1930s, when foreign artists were encouraged by the royal family to take up presence in the town. From their Ubud base, the likes of Walter Spies and Rudolph Bonnet were instrumental in promoting an understanding of Balinese art and culture worldwide. From the 1960s onwards, travellers started to arrive in earnest, mostly intrepid types as the infrastructure was still very limited indeed. Since then, Ubud has developed rapildy into a high profile, top class international destination, whilst still maintaining its integrity as the centre of Balinese art and culture. 

Orientation

Orienting yourself in Ubud is fairly straightforward. The town sprawls for several kilometres in all directions, with all of the small villages within a five km radius of the central market being loosely referred to as "Ubud". If you choose a reasonably central place to stay, it is easy enough to get around on foot.

Central Ubud has three main streets: Jl Raya Ubud, Jl Monkey Forest and Jl Hanoman. At the intersection of Jl Raya and Jl Monkey Forest are Ubud Market, Ubud Palace, and the main bemo stop — unsurprisingly, there's also a near-permanent traffic jam here.

Jl Monkey Forest, which runs south through town to the Monkey Forest, is a built-up area, and home to a wide array of accommodation, art galleries, and cafes, as well a number of local services such as schools, a sports field, pharmacies, and travel agents. Jl Hanoman, which runs parallel to Jl Monkey Forest just to the east, is a bit quieter and makes for more pleasant walking.

To the immediate west and northwest are the villages of Campuan (TjampuhanCampuhan) and Kedewatan, home to some of the most upmarket hotels in the whole of Asia, with views over valleys sculpted by the Ayung and Wos rivers.

Directly to the south, past the Monkey Forest and still within a twenty minute walk of the central market, is Padang Tegal which then runs into the southern villages of Nyuh Kuning and Pengosekan, about three km from central Ubud. Directly to the east is the village of Peliatan, and then Teges and Bedulu, home of the ninth century Goa Gajah (Elephant Cave).

Climate

Due to its elevation at 600 m above sea level, Ubud enjoys cooler temperatures than the coast, and it is sometimes necessary to bring a pullover for the evening. The midday sun can still be scorching though and the humidity often relentless, a murderous combination for temple tramping which, in hilly Ubud, usually requires climbing up and down staircases. (Head out early to beat the heat and the crowds.) If there is a time to avoid, it would be the depths of the wet season in January and February — when it rains in Ubud, it really rains. 

Visit Lombok-Sumbawa - Indonesia 2012

Wednesday, March 7, 2012

Kunjungan Bapak BJ Habibie



Kantor Manajemen Garuda Indonesia

Garuda City Complex, Bandara Soekarno-Hatta

12 Januari 2012

Pada usianya 74 tahun, mantan Presiden RI, BJ Habibie secara mendadak

mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra sulung, Ilham

Habibie dan keponakannya(?), Adri Subono, juragan Java Musikindo.

Kunjungan beliau dan rombongan disambut oleh President & CEO, Bapak

Emirsyah Satar disertai seluruh Direksi dan para VP serta Area Manager yang

sedang berada di Jakarta.

Dalam kunjungan ini, diputar video mengenai Garuda Indonesia Experience dan

presentasi perjalanan kinerja Garuda Indonesia sejak tahun 2005 hingga

tahun 2015 menuju Quantum Leap.

Sebagai "balasan" pak Habibie memutarkan video tentang penerbangan perdana

N250 di landasan bandara Husein Sastranegara, IPTN Bandung tahun 1995

(tujuh belas tahun yang lalu!).

Entah, apa pasalnya dengan memutar video ini?

Video N250 bernama Gatotkaca terlihat roll-out kemudian tinggal landas

secara mulus di-escort oleh satu pesawat latih dan sebuah pesawat N235. Pesawat N250 jenis

Turboprop dan teknologi glass cockpit dengan kapasitas 50 penumpang terus

mengudara di angkasa Bandung.

Dalam video tsb, tampak para hadirin yang menyaksikan di pelataran parkir,

antara lain Presiden RI Bapak Soeharto dan ibu, Wapres RI bapak Soedarmono,

para Menteri dan para pejabat teras Indonesia serta para teknisi IPTN.

Semua bertepuk tangan dan mengumbar senyum kebanggaan atas keberhasilan

kinerja N250. Bapak Presiden kemudian berbincang melalui radio komunikasi

dengan pilot N250 yang di udara, terlihat pak Habibie mencoba mendekatkan

telinganya di headset yang dipergunakan oleh Presiden Soeharto karena ingin

ikut mendengar dengan pilot N250.

N250 sang Gatotkaca kembali pangkalan setelah melakukan pendaratan mulus di

landasan..................

Di hadapan kami, BJ Habibie yang berusia 74 tahun menyampaikan cerita yang

lebih kurang sbb:

"Dik, anda tahu..............saya ini lulus SMA tahun 1954!" beliau membuka

pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh semangat dan memanggil semua

hadirin dengan kata "Dik" kemudian secara lancar beliau

melanjutkan................."Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI,

orator paling unggul, .......itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa

cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai

Insinyur.........Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan

penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim dan

Teknologi Dirgantara.


Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar

SMA unggulan berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar

negeri untuk menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya

adalah rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus

dikirim ke berbagai negara.

Pendidikan kami di luar negeri itu bukan

pendidikan kursus kilat tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek.

Sejak awal saya hanya tertarik dengan 'how to build commercial aircraft'

bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua hanya

melanjutkan saja program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan

'teknologi' berwawasan nasional di Indonesia.

Lantas kita bangun

perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN.

Sekarang Dik,............anda semua lihat sendiri..............N250 itu

bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa

mengalami 'Dutch Roll' (istilah penerbangan untuk pesawat yang 'oleng')

berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30

tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal,

satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi 'Fly

by Wire' bahkan sampai hari ini.


Rakyat dan negara kita ini membutuhkan

itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya 900 atau 1900

jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun

khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara

itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek

diri sendiri 'apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?'



Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan

industri strategis lainnya.


Dik tahu................di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri

strategisnya, satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan

Indonesia.............


Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri

sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat

di Brazil, Canada, Amerika dan Eropa................

Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua.....................?

Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan

menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier,

Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun.

Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu

harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli

pesawat negara mereka!"


Pak Habibie menghela nafas.......................

Ini pandangan saya mengenai cerita pak Habibie di atas;

Sekitar tahun 1995, saya ditugaskan oleh Manager Operasi (JKTOF) kala itu,

Capt. Susatyawanto untuk masuk sebagai salah satu anggota tim Airline

Working Group di IPTN dalam kaitan produksi pesawat jet sekelas B737 yang

dikenal sebagai N2130 (kapasitas 130 penumpang).


Saya bersyukur, akhirnya

ditunjuk sebagai Co-Chairman Preliminary Flight Deck Design N2130 yang

langsung bekerja dibawah kepala proyek N2130 adalah Ilham Habibie. Kala itu

N250 sedang uji coba terus-menerus oleh penerbang test pilot (almarhum)

Erwin. Saya turut mendesain rancang-bangun kokpit N2130 yang serba canggih

berdasarkan pengetahuan teknis saat menerbangkan McDonnel Douglas MD11.

Kokpit N2130 akan menjadi mirip MD11 dan merupakan kokpit pesawat pertama

di dunia yang mempergunakan LCD pada panel instrumen (bukan CRT sebagaimana

kita lihat sekarang yang ada di pesawat B737NG).


Sebagian besar fungsi

tampilan layar di kokpit juga mempergunakan "track ball atau touch pad"

sebagaimana kita lihat di laptop. N2130 juga merupakan pesawat jet single

aisle dengan head room yang sangat besar yang memungkinkan penumpang

memasuki tempat duduk tanpa perlu membungkukkan badan. Selain high speed

sub-sonic, N2130 juga sangat efisien bahan bakar karena mempergunakan

winglet, jauh sebelum winglet dipergunakan di beberapa pesawat generasi

masa kini.



Saya juga pernah menguji coba simulator N250 yang masih prototipe

pertama.................

N2130 narrow body jet engine dan N250 twin turboprop, keduanya sangat

handal dan canggih kala itu.........bahkan hingga kini.


Lamunan saya ini, berkecamuk di dalam kepala manakala pak Habibie bercerita

soal N250, saya memiliki kekecewaan yang yang sama dengan beliau,

seandainya N2130 benar-benar lahir.............kita tak perlu susah-susah

membeli B737 atau Airbus 320.


Pak Habibie melanjutkan pembicaraannya....................

"Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow body,

itu saya tunjuk Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak

Habibie, tapi Ilham ini memang sekolah khusus mengenai manufakturing

pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya ahli dalam bidang metalurgi

pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita semua tak perlu

tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun jembatan udara di

Indonesia".


"Dik, dalam industri apapun kuncinya itu hanya satu QCD,

- Q itu Quality, Dik, anda harus buat segala sesuatunya berkualitas

tinggi dan konsisten- C itu Cost, Dik, tekan harga serendah mungkin

agar mampu bersaing dengan produsen sejenis- D itu Delivery,

biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi dengan biaya paling

efisien dan disampaikan tepat waktu!Itu saja!"

Pak Habibie melanjutkan penjelasan tentang QCD sbb:

"Kalau saya upamakan, Q itu nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D nilainya

1 pula, jika dijumlah maka menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak begitu

Dik.............organisasi itu bekerja saling sinergi sehingga yang namanya

QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000 atau bahkan 30.000 sangat tergantung

bagaimana anda semua mengerjakannya, bekerjanya harus pakai hati

Dik.................."


Tiba-tiba, pak Habibie seperti merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu

...........................

"Dik, ..........saya ini memulai segala sesuatunya dari bawah, sampai saya

ditunjuk menjadi Wakil Dirut perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya

menjadi Presiden RI, itu semua bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48 tahun

saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ...........ibu Ainun istri saya.

Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar.

Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi

dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya............saya

mau kasih informasi........... Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap

kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan tak pernah

ada keluhan keluar dari ibu........................"


Pak Habibie menghela nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional

serta mengalami luka hati yang mendalam.............................seisi

ruangan hening dan turut serta larut dalam emosi kepedihan pak Habibie,

apalagi aku tanpa terasa air mata mulai menggenang.


Dengan suara bergetar dan setengah terisak pak Habibie

melanjutkan........................

"Dik, kalian tau.................2 minggu setelah ditinggalkan

ibu............suatu hari, saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan

mondar-mandir di ruang keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama

ibu......... Ainun......... Ainun ................. Ainun

..............saya mencari ibu di semua sudut rumah.


Para dokter yang melihat perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat

'Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini..............'

mereka bilang 'Kita (para dokter) harus tolong Habibie'.


Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3

pilihan;

1. Pertama, saya harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat

mandiri meneruskan hidup. Artinya saya ini gila dan harus dirawat di Rumah

Sakit Jiwa!

2. Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi saya di rumah, saya

harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka dan saya harus mengkonsumsi

obat khusus. Sama saja, artinya saya sudah gila dan harus diawasi

terus...............

3. Opsi ketiga, saya disuruh mereka untuk menuliskan

apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya bercerita dengan Ainun seolah ibu

masih hidup.


Saya pilih opsi yang ketiga............................"

Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa

mendengarkan beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie seperti

meloncat kesana-kemari dan kadang terputus karena proses berpikir beliau

sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan berbicara dalam menyampaikan

sesuatu) ...................... ia melanjutkan pembicaraannya;


"Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun..............dan hari

ini persis 597 hari Garuda Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun

dari Jerman ke tanah air Indonesia.............


Saya tidak mau menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat.............

saya menunggu hari baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari

momen yang tepat guna menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak

saya Ilham dan keponakan saya, Adri maka saya, Habibie atas nama seluruh

keluarga besar Habibie mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kalian,

Garuda Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400 untuk menjemput

kami di Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan memakamkannya

di Taman Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami

sekeluarga. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda

Indonesia"


Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air

mata..............................


Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;

"Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat

menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya

menyetujui.....................


Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak

manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini

sangat universal, dengan muatan budaya nasional Indonesia. Sekarang buku

ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa bahasa,

antara lain Inggris, Arab, Jepang..... (saya lupa persisnya, namun pak

Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).Sayangnya buku ini hanya dijual di

satu toko buku (pak Habibie menyebut nama satu toko buku besar), sudah

dicetak 75.000 eksemplar dan langsung habis. Banyak orang yang ingin

membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa orang di daerah di

luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di

kota mereka.


Dik, asal you tahu............semua uang hasil penjualan buku ini tak satu

rupiahpun untuk memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil

penjualan buku ini dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh saya

dan ibu Ainun untuk menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para

penyandang tuna netra. Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan

nyaman jika bisa melihat.


Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya

tambahkan lagi diskon 10% bagi mereka karena saya tahu, mereka membeli

banyak buku pasti untuk dijual kembali ke yang lain.


Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia dari sejak tidak

punya apa-apa sampai menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara.

Isinya sangat inspiratif..................."

(pada kesempatan ini pak Habibie meminta sesuatu dari Garuda Indonesia

namun tidak saya tuliskan di sini mengingat hal ini masalah kedinasan).


Saya menuliskan kembali pertemuan pak BJ Habibie dengan jajaran Garuda

Indonesia karena banyak kisah inspiratif dari obrolan tersebut yang

barangkali berguna bagi siapapun yang tidak sempat menghadiri pertemuan

tsb. Sekaligus mohon maaf jika ada kekurangan penulisan disana-sini karena

tulisan ini disusun berdasarkan ingatan tanpa catatan maupun rekaman apapun.


Jakarta, 12 Januari 2012

Salam,

Capt. Novianto Herupratomo


Courtesy of: Capt.Novianto Herupratomo, source: Milis

Tuesday, March 6, 2012

Travel Trends 2012



2012 has all the makings of an exciting year for the global travel industry, despite the current economic and financial climate. So what exactly are the travel trends forecast for 2012?
The latest travel trends report from Euromonitor International reveals that the prevalence of social media marketing is likely to dominate 2012 with hoteliers and hospitality operators clambering to develop a social media strategy and embrace the trend.
Key travel trends for 2012 include social media, a new rent-a-garden concept and the gamification of travel.



Travel Trend 2012: Global Village: Social Media

In 2011, social media was at the frontline of tourism marketing activity, leveraging offline events to engage online audiences. Social media encompassesloyalty programmes, bookings, concierge and customer service and the aim is to capitalise on its power and friends/followers’ influence to drive bookings and build loyalty. Hotels are rethinking their marketing strategies to reach online audiences in a more personalised and intimate way. Uncertainty, however, remains about how to determine return on investment.

Travel Trend 2012: Gamification

Gamification, or the integration of gaming dynamics in non-gaming environments, started in the US entertainment industry and is now spreading to the travel and tourism industry. By encouraging consumers to join competitions and share their experiences, photos and videos, the trend generate brand awareness and loyalty for travel companies. It works through the offering of points, badges and real-life gifts, with some websites allowing web users to explore the country’s attractions, complete challenges and win trips to the desired country.

Travel Trend 2012: UK: Rent-a-garden

With high household debt of five percent in 2011, the rent-a-garden concept provides extra financial support to cash-strapped homeowners. campinmygarden.com provides the opportunity for homeowners to rent their gardens, which can be used as campsites by travellers seeking to save money. The idea appeals to travellers wishing to experience the local community and go back to traditional and modest forms of accommodation. Rentaldemand is expected to increase during the London 2012 Olympic Games.

Travel Trends Beyond the UK

In Europe, a new kind of luxury tourism is emerging in Europe – more authentic and ethical. Luxury customers now choose providers offering responsible holidays and trips respectful of the environment. Having given something back, consumers can happily enjoy a luxury break guilt-free. European travel retailers are expected to place greater emphasis on helping local areas, offering, encounters with local craftsmen, musicians and communities.
In the Americas, the desire to take the excitement of travel to the next level is fuelling a rise in mystery trips that are premium in price and tend to be for special occasions. The mystery trips range from customers bidding on packages with an unknown destination and hotel name, to being handed a smartphone unveiling the itinerary day by day, according to their preferences and budget as discussed prior to the trip with specialists. Travellers pay only 50 percent of the sales price and suppliers benefit from selling excess capacity without undermining their brand.
In the Middle East there has been volatility and the rebranding of Arab Spring countries has become a primary travel trend. In 2011, political protests erupted across the Middle East amid calls for reforms and regime change, with clashes turning violent in some countries. Tunisia and Egypt have started to reinvent themselves in a new democratic era with a successful transition in place. However, Libya and Syria are far from recovery. The tourism rebranding process is complex due to each country’s unique political, economic and social conditions, with the major challenge being how to send a positive message.
Africa, a region with 489 million mobile phone users, is leading the world in m-commerce, which in turn is boosting demand for travel services. There are 7 million smartphone owners in Africa and 60% of mobile web users use phones to purchase goods. This mobile boom creates a demand for travel operators to develop mobile websites and applications to increase online reservations, raise brand awareness and promote destinations. Airlines will profit from implementing mobile capabilities, allowing passengers to customise their airport and in-flight experience.
The final key international trend is the growing influence of China. Spending by Chinese travellers on travel accommodation domestically and abroad is expected to increase by 20 percent over 2010/2015 to reach US$67 billion, second to the US. Hotel companies are customising their brands in China, partnering with Chinese companies, and creating programmes to cater to the Chinese abroad. They plan to continue to expand in China and use their experience in the Chinese domestic market to feed best practices to properties abroad in key destinations for Chinese travellers.